Tuesday, July 14, 2009

Teknologi Produksi Biodiesel

Terdapat beberapa teknologi proses biodiesel di pasaran dunia. Teknologi proses yang digunakan pada kajian ini dikembangkan oleh perusahaan LURGI di Jerman yang disebut Proses Pengolahan langsung Transesterifikasi. Asumsi penggunaan bahan baku adalah dari minyak sawit (CPO) atau turunnya seperti RPO (Refind Palm Oil), CPS (Crude Palm Stearin), RPS (Refind Palm Stearin). Untuk memudahkan CPO termasuk CPS dan RPO termasuk RPS. Biodiesel kepala sawit atau palm oil metilester berarti adalah produk transesterifikasi yang berasal dari CPO atau RPO.

Kelapa sawit dalam bentuk minyak mentah mengandung 93% minyak biodiesel, 4% Asam lemak bebas atau FFA (Free Fatty Acid) dan sejumlah kecil campuran lainnya seperti impurities atau kotoran dan gum. Bahan baku CPO harus dicampur dengan senyawa asam phospat untuk menghilangkan kotoran seperti gum dan logam dll. Kemudian dibersihkan dengan menggunakan zat bleaching earth diikuti dengan filtralisasi. Minyak yang telah dihilangkan asamnya adalah RPO (kandungan asam lemak bebas <>


Kesimpulan

  • Biodiesel adalah bahan bakar alternatif masa depan yang ramah lingkungan dan bersifat renewable
  • Pengembangan biodiesel dalam negeri terutama ditujukan untuk mengatasi polusi yang diakibatkan oleh emisi yang dikeluarkan oleh bahan bakar petroleum/bensin.
  • Terlaksananya pengembangan biodiesel sangat ditentukan oleh komitmen dan dukungan pemerintah, melalui kewenangannya dalam regulasi
  • Pengurangan pemborosan devisa negara karena pengurangan impor minyak mentah.
  • Menyediakan lapangan kerja baru
  • Meningkatkan permintaan dalam negeri untuk CPO, perbaikan harga CPO, yang pada akhirnya diharapkan berdampak pada perbaikan pendapatan petani kelapa sawit
  • Penurunan anggaran pemerintah untuk subsidi kesehatan golongan masyarakat ekonomi lemah (mayoritas korban emisi tinggi petrodiesel)

Pengertian Biodisel





Biodiesel merupakan suatu nama dari Alkyl Ester atau rantai panjang asam lemak yang berasal dari minyak nabati maupun lemak hewan. Biodiesel dapat digunakan sebagai bahan bakar pada mesin yang menggunakan diesel sebagai bahan bakarnya tanpa memerlukan modifikasi mesin. Biodiesel tidak mengandung petroleum diesel atau solar


Biodiesel adalah senyawa mono alkil ester yang diproduksi melalui reaksi tranesterifikasi antara trigliserida (minyak nabati, seperti minyak sawit, minyak jarak dll) dengan metanol menjadi metil ester dan gliserol dengan bantuan katalis basa. Biodiesel mempunyai rantai karbon antara 12 sampai 20 serta mengandung oksigen. Adanya oksigen pada biodiesel membedakannya dengan petroleum diesel (solar) yang komponen utamanya hanya terdiri dari hidro karbon. Jadi komposisi biodiesel dan petroleum diesel sangat berbeda.

Biodiesel terdiri dari metil ester asam lemak nabati, sedangkan petroleum diesel adalah hidrokarbon. Biodiesel mempunyai sifat kimia dan fisika yang serupa dengan petroleum diesel sehingga dapat digunakan langsung untuk mesin diesel atau dicampur dengan petroleum diesel. Pencampuran 20 % biodiesel ke dalam petroleum diesel menghasilkan produk bahan bakar tanpa mengubah sifat fisik secara nyata. Produk ini di Amerika dikenal sebagai Diesel B-20 yang banyak digunakan untuk bahan bakar bus.

Energi yang dihasilkan oleh biodiesel relatif tidak berbeda dengan petroleum diesel (128.000 BTU vs 130.000 BTU), sehingga engine torque dan tenaga kuda yang dihasilkan juga sama. Walaupun kandungan kalori biodiesel serupa dengan petroleum diesel, tetapi karena biodiesel mengandung oksigen, maka flash pointnya lebih tinggi sehingga tidak mudah terbakar. Biodiesel juga tidak menghasilkan uap yang membahayakan pada suhu kamar, maka biodiesel lebih aman daripada petroleum diesel dalam penyimpanan dan penggunaannya. Di samping itu, biodiesel tidak mengandung sulfur dan senyawa bensen yang karsinogenik, sehingga biodiesel merupakan bahan bakar yang lebih bersih dan lebih mudah ditangani dibandingkan dengan petroleum diesel.

Penggunaan biodiesel juga dapat mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon total, partikel, dan sulfur dioksida. Emisi nitrous oxide juga dapat dikurangi dengan penambahan konverter katalitik. Kelebihan lain dari segi lingkungan adalah tingkat toksisitasnya yang 10 kali lebih rendah dibandingkan dengan garam dapur dan tingkat biodegradabilitinya sama dengan glukosa, sehingga sangat cocok digunakan di perairan untuk bahan bakar kapal/motor. Biodiesel tidak menambah efek rumah kaca seperti halnya petroleum diesel karena karbon yang dihasilkan masih dalam siklus karbon.

Untuk penggunaan biodiesel pada dasarnya tidak perlu modifikasi pada mesin diesel, bahkan biodiesel mempunyai efek pembersihan terhadap tangki bahan bakar, injektor dan selang.

Biodiesel mempunyai beberapa keunggulan diantaranya adalah mudah digunakan, limbahnya bersifat ramah lingkungan (biodegradable), tidak beracun, bebas dari logam berat sulfur dan senyawa aromatik serta mempunyai nilai flash point (titik nyala) yang lebih tinggi dari petroleum diesel sehingga lebih aman jika disimpan dan digunakan.Secara teknis biodiesel yang berasal dari minyak nabati dikenal sebagai VOME (Vegetable Oil Metil Ester) dan merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui karena umumnya dapat diekstrak dari berbagai hasil produk pertanian seperti minyak kacang kedelai, minyak kelapa, minyak bunga matahari maupun minyak sawit.

Bioetanol dari Singkong

Singkong diolah menjadi bioetanol, pengganti premium. Menurut Dr Ir Tatang H Soerawidjaja, dari Tcknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB), singkong salah satu sumber pati. Pati senyawa karbohidrat kompleks. Sebelum difermentasi, pati diubah menjadi glukosa, karbohidrat yang lebih sederhana. Untuk mengurai pati, perlu bantuan cendawan Aspergillus sp. Cendawan itu menghasilkan enzim alfamilase dan gliikoamilase yang berperan mengurai pati menjadi glukosa alias gula sederhana. Setelah menjadi gula, bam difermentasi menjadi etanol.

Lalu bagaimana cara mengolah singkong menjadi etanol? Berikut Langkah-langkah pembuatan bioetanol berbahan singkong yang dilerapkan Tatang H Soerawidjaja. Pengolahan berikut ini berkapasitas 10 liter per hari.

1. Kupas 125 kg singkong segar, semua jenis dapal dimanfaatkan. Bersihkan dan cacah berukuran kecil-kecil.


2. Keringkan singkong yang telah dicacah hingga kadar air maksimal 16%. Persis singkong yang dikeringkan menjadi gaplek. Tujuannya agar lebih awet sehingga produsen dapat menyimpan sebagai cadangan bahan baku


3.Masukkan 25 kg gaplek ke dalam tangki stainless si eel berkapasitas 120 liter, lalu tambahkan air hingga mencapai volume 100 liter. Panaskan gaplek hingga 100"C selama 0,5 jam. Aduk rebusan gaplek sampai menjadi bubur dan mengental.


4. Dinginkan bubur gaplek, lalu masukkan ke dalam langki sakarifikasi. Sakarifikasi adalah proses penguraian pati menjadi glukosa. Setelah dingin, masukkan cendawan Aspergillus yang akan memecah pati menjadi glukosa. Untuk menguraikan 100 liter bubur pati singkong. perlu 10 liter larutan cendawan Aspergillus atau 10% dari total bubur. Konsentrasi cendawan mencapai 100-juta sel/ml. Sebclum digunakan, Aspergilhis dikuhurkan pada bubur gaplek yang telah dimasak tadi agar adaptif dengan sifat kimia bubur gaplek. Cendawan berkembang biak dan bekerja mengurai pati


5.Dua jam kemudian, bubur gaplek berubah menjadi 2 lapisan: air dan endapan gula. Aduk kembali pati yang sudah menjadi gula itu, lalu masukkan ke dalam tangki fermentasi. Namun, sebelum difermentasi pastikan kadar gula larutan pati maksimal 17—18%. Itu adalah kadar gula maksimum yang disukai bakteri Saccharomyces unluk hidup dan bekerja mengurai gula menjadi alkohol. Jika kadar gula lebth tinggi, tambahkan air hingga mencapai kadar yang diinginkan. Bila sebaliknya, tambahkan larutan gula pasir agar mencapai kadar gula maksimum.


6 Tutup rapat tangki fermentasi untuk mencegah kontaminasi dan Saccharomyces bekerja mengurai glukosa lebih optimal. Fermentasi berlangsung anaerob alias tidak membutuhkan oksigen. Agar fermentasi optimal, jaga suhu pada 28—32"C dan pH 4,5—5,5.


7. Setelah 2—3 hari, larutan pati berubah menjadi 3 lapisan. Lapisan terbawah berupa endapan protein. Di atasnya air, dan etanol. Hasil fermentasi itu disebut bir yang mengandung 6—12% etanol


8.Sedot larutan etanol dengan selang plastik melalui kertas saring berukuran 1 mikron untuk menyaring endapan protein.


9. Meski telah disaring, etanol masih bercampurair. Untuk memisahkannya, lakukan destilasi atau penyulingan. Panaskan campuran air dan etanol pada suhu 78"C atau setara titik didih etanol. Pada suhu itu etanol lebih dulu menguap ketimbang air yang bertitik didih 100°C. Uap etanol dialirkan melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair.


10 Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam bensin. Agar larul, diperlukan etanol berkadar 99% atau disebut etanol kering. Oleh sebab itu, perlu destilasi absorbent. Etanol 95% itu dipanaskan 100"C. Pada suhu ilu, etanol dan air menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan ke dalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga diperoleh etanol 99% yang siap dieampur denganbensin. Sepuluh liter etanol 99%, membutuhkan 120— 130 lifer bir yang dihasilkan dari 25 kg gaplek



Tanggal Tayang : 12-1-2007
Sumber : Trubus


Monday, July 13, 2009

Pengertian Bio Ethanol





Etanol (disebut juga etil-alkohol atau alkohol saja), adalah alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Karena sifatnya yang tidak beracun bahan ini banyak dipakai sebagai pelarut dalam dunia farmasi dan industri makanan dan minuman. Etanol tidak berwarna dan tidak berasa tapi memilki bau yang khas. Bahan ini dapat memabukkan jika diminum. Etanol sering ditulis dengan rumus EtOH. Rumus molekul etanol adalah C2H5OH atau rumus empiris C2H6O.

Etanol dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk mobil, baik sendiri (E100) dalam mesin khusus atau sebagai tambahan bensin untuk mesin bensin.

Etanol dapat dicampur dengan bensin dalam kuantitas yang bervariasi untuk mengurangi konsumsi bahan bakar minyak bumi, dan juga untuk mengurangi polusi udara. Bahan bakar tersebut dikenal di AS sebagai gasohol dan di Brasil sebagai bensin tipe C. Dua campuran umum di AS adalah E10 dan E85 yang mengandung 10% dan 85% etanol. Sedangkan campuran yang umum di Brasil adalah bensin tipe C dan jenis oktan tinggi, yang mengandung 20-25% ethanol.

Teknologi Bioetanol

Secara umum, produksi bioethanol ini mencakup 3 (tiga) rangkaian proses, yaitu: Persiapan Bahan baku, Fermentasi, dan Pemurnian. Persiapan Bahan Baku

Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu (sugarcane), gandum manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan tepung seperti jagung (corn), singkong (cassava) dan gandum (grain sorghum) disamping bahan lainnya.

Persiapan bahan baku beragam bergantung pada bahan bakunya, tetapi secara umum terbagi menjadi beberapa proses, yaitu:

- Tebu dan Gandum manis harus digiling untuk mengektrak gula
- Tepung dan material selulosa harus dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik
- Pemasakan, Tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks (liquefaction) dan sakarifikasi (Saccharification) dengan penambahan air, enzyme serta panas (enzim hidrolisis). Pemilihan jenis enzim sangat bergantung terhadap supplier untuk menentukan pengontrolan proses pemasakan.

Tahap Liquefaction memerlukan penanganan sebagai berikut:

- Pencampuran dengan air secara merata hingga menjadi bubur
- Pengaturan pH agar sesuai dengan kondisi kerja enzim
- Penambahan enzim (alpha-amilase) dengan perbandingan yang tepat
- Pemanasan bubur hingga kisaran 80 sd 90 C, dimana tepung-tepung yang bebas akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly) seiring dengan kenaikan suhu, sampai suhu optimum enzim bekerja memecahkan struktur tepung secara kimiawi menjadi gula komplek (dextrin). Proses Liquefaction selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses menjadi lebih cair seperti sup.

Tahap sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan proses sebagai berikut:

- Pendinginan bubur sampai suhu optimum enzim sakarifikasi bekerja
- Pengaturan pH optimum enzim
- Penambahan enzim (glukoamilase) secara tepat
- Mempertahankan pH dan temperature pada rentang 50 sd 60 C sampai proses sakarifikasi selesai (dilakukan dengan pengetesan gula sederhana yang dihasilkan)

Fermentasi
Pada tahap ini, tepung telah sampai pada titik telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan enzim yang diletakkan pada ragi (yeast) agar dapat bekerja pada suhu optimum. Proses fermentasi ini akan menghasilkan etanol dan CO2.

Bubur kemudian dialirkan kedalam tangki fermentasi dan didinginkan pada suhu optimum kisaran 27 sd 32 C, dan membutuhkan ketelitian agar tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Karena itu keseluruhan rangkaian proses dari liquefaction, sakarifikasi dan fermentasi haruslah dilakukan pada kondisi bebas kontaminan.

Selanjutnya ragi akan menghasilkan ethanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8 sd 12 % (biasa disebut dengan cairan beer), dan selanjutnya ragi tersebut akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun bagi ragi.
Dan tahap selanjutnya yang dilakukan adalah destilasi, namun sebelum destilasi perlu dilakukan pemisahan padatan-cairan, untuk menghindari terjadinya clogging selama proses distilasi.

Distilasi
Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air dan etanol).
Titik didih etanol murni adalah 78 C sedangkan air adalah 100 C (Kondisi standar). Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 - 100 C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume.

Prosentase Penggunaan Energy
Prosentase perkiraan penggunaan energi panas/steam dan listrik diuraikan dalam tabel berikut ini:

Prosentase Penggunaan Energi
Identifikasi Proses Steam Listrik
Penerimaan bahan baku, penyimpanan, dan penggilingan 0 % 6.1 %
Pemasakan (liquefaction) dan Sakarifikasi 30.5 % 2.6 %
Produksi Enzim Amilase 0.7 % 20.4 %
Fermentasi 0.2 % 4 %
Distilasi 58.5 % 1.6 %
Etanol Dehidrasi (jika ada) 6.4 % 27.1 %
Penyimpanan Produk 0 % 0.7 %
Utilitas 2.7 % 27 %
Bangunan 1 % 0.5 %
TOTAL 100 % 100 %

Sumber:
A Guide to Commercial-Scale Ethanol Production and Financing, Solar Energy Research Institute (SERI), 1617 Cole Boulevard, Golden, CO 80401

PERALATAN PROSES

Adapun rangkaian peralatan proses adalah sebagai berikut:

  • Peralatan penggilingan
  • Pemasak, termasuk support, pengaduk dan motor, steam line dan insulasi
  • External Heat Exchanger
  • Pemisah padatan - cairan (Solid Liquid Separators)
  • Tangki Penampung Bubur
  • Unit Fermentasi (Fermentor) dengan pengaduk serta motor
  • Unit Distilasi, termasuk pompa, heat exchanger dan alat kontrol
  • Boiler, termasuk system feed water dan softener
  • Tangki Penyimpan sisa, termasuk fitting
  • Tangki penyimpan air hangat, termasuk pompa dan pneumatik
  • Pompa Utilitas, Kompresor dan kontrol
  • Perpipaan dan Electrikal
  • Peralatan Laboratorium
  • Lain-lain, termasuk alat-alat maintenanceProduksi Bioetanol
Oleh Achmad N Hidayat - Nawapanca Engineering http://www.migas-indonesia.com

SEPUTAR ENERGI ALTERNATIF

Tak hanya Indonesia yang dipaksa berpikir untuk mengambil langkah strategis, berjangka panjang, berkesinambungan, di seputar masalah kebijakan energi. China yang mengonsumsi minyak 6,5 juta bph pada tahun 2004 dan diperkirakan memakai 10,5 juta bph pada tahun 2020, sedang melalukan “revolusi” energi. Juga AS, negeri-negeri Eropa, dan sejumlah negara Asia seperti Jepang, Thailand, dan India.

Kalau tidak direm, konsumsi minyak oleh bangsa Indonesia bisa melonjak tajam. Ada pakar yang mencatat prediksi kebutuhan BBM dalam negeri pada tahun 2010 sekitar 1,6 juta bph. Kebutuhan ini ekivalen dengan minyak mentah 2 juta bph.

Apa yang dicatat oleh sang pakar memang belum terjadi, tetapi kalau trend konsumsi BBM oleh bangsa ini tidak direm, kemungkinan krisis energi minyak tidak mustahil terjadi. Karena kebutuhan energi adalah bersifat kebutuhan primer dan selalu beriringan dengan pertumbuhan ekonomi. Dengan perkiraan tingkat pertumbuhan ekonomi Nasional yang terus dipacu dan terus membaik, maka tingkat konsumsi energi akan ikut terdongkrak.

Energi memang tak hanya minyak bumi. Namun kalau melihat pola konsumsi minyak bumi yang masih dominan, maka gerakan klimaks konsumsi BBM dalam negeri tidak gampang distop.

Dengan teori berpikir seperti ini kita bisa menerima angka prediksi kalau impor minyak mentah Indonesia akan melonjak di atas 400 ribu bph. Padahal saat ini “hanya” sekitar 0,400 juta bph.

Menutupi demand minyak bumi yang terus melonjak dengan opsi menaikkan tingkat produksi crude Nasional untuk dalam kondisi sekarang tidaklah gampang, untuk tidak mengatakan tidak mungkin. Faktanya booming minyak bumi di negeri kita seperti tahun medio 1970-an dan awal 1980-an agaknya belum terbayangkan terjadi lagi.

Tingkat produksi Nasional terus melorot sejak 2000. Bahkan sempat menyentuh sedikit di bawah satu juta bph, walaupun kemudian berusaha didongkrak menggenapkan lagi ke angka satu juta bph, dan ditargetkan 1,3 juta bph pada tahun 2006 ini.

Penemuan cadangan baru memang sempat memberikan harapan, bahwa posisi net oil importer akan bisa diperbaiki, dan kembali mengekspor. Tapi dengan berpikir realistis bahwa karakteristik energi fosil pada akhirnya harus habis, bangsa Indonesia tetap saja harus mempersiapkan diri mengantisipasi kondisi memilukan, minyak bumi habis dari perut bumi kita.

Menemukan kembali giant field minyak mentah kita? Kepala kita akan menggeleng sebagai jawaban. Kenyataannya sejak ditambang secara komersial pada tahun 1885 oleh bangsa asing dan dimanfaatkan mereka hingga 1945, sumber minyak bumi di perut Nusantara sudah “lelah.”

Ironisnya kita masih berboros-boros ria dengan BBM yang murah (gara-gara harga subsidi). Sebagian dari komponen bangsa ini seperti tidak menyadari potensi masalah besar di sektor energi sedang dihadapi. Sehingga opsi menurunkan subsidi BBM secara bertahap gencar dipolitisasi. Ditentang, dikritik, dan dihujat. Padahal menurunkan subsidi secara bertahap sudah diputuskan Pemerintah dan DPR melalui UU No. 5 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas).

Bangsa AS saja sudah dikukuhkan oleh UU energi mereka, US Energy Act 2005, untuk mengurangi pemakaian bensin sebesar 1,0 juta bph pada tahun 2015 (Kompas, 20/8/05). Bahkan diberitakan, atas perintah Presiden Bush, program-progam khusus di Departemen Energi AS dikonsentrasikan untuk mengganti lebih dari 75 persen impor minyak AS dari Timur Tengah pada tahun 2025 (Kompas, 5/5/06).

Ada langkah-langkah cerdas yang dilakukan oleh bangsa-bangsa lain. Mereka seperti mengerti kapan bersatu padu mengatasi masalah besar bangsa, kapan mereka berseberangan secara politik dengan pemerintah. Perahu bocor diatasi bersama. Konflik kepentingan di atas perahu bocor hanya akan menenggelamkan seluruh penumpang perahu.

Sementara China membangun energy security melalui investasi besar-besaran di proyek eksplorasi dan pengembangan di berbagai negara lain. Negeri tirai bambo ini membentuk “balatentara” untuk melaksanakan misi ini, yaitu membentuk tiga BUMN minyak skala besar pada tahun 1980-an.

AdaThe China National Offshore Oil Corporation (CNOOC), The China National Petrchemical Corporation (Sinopec), dan The China National Petroleum Corporation (CNPC). Ketiga BUMN ini menjadi lokomotif Chinauntuk memenuhi security of supply energi minyaknya.

Braziladalah contoh lain betapa negeri itu berhasil mengembangkan bioethanol dengan memanfaatkan sari tebu. Dan ketika sejumlah negara menjerit dan berteriak karena masalah eneri, negeri Samba ini tersenyum dengan energi alternatifnya.

Indonesiasebenarnya boleh dikatakan melakukan langkah cerdas. Strategi menghidupkan bahan bakar dari unsur hayati non fosil berarti memanfaatkan kelebihan alamnya yang kaya dengan unsur-unsur hayati. Tidak mustahil, dari pengembangan biodiesel berbahan dasar CPO saja membuka kemungkinan negara ini menjadi produsen CPO terbesar di dunia, menyalip Malaysiayang kali ini sebagai produsen CPO terbesar di dunia.

BUMN-BUMN bidang perkebunan, yaitu PTPN diperkirakan akan hidup subur karena CPO-nya selain diekspor bisa dijadikan bahan dasar biodiesel. Tak mustahil, Indonesiamelalui Pertamina kelak akan mengekspor biodiesel ke negeri-negeri yang membutuhkan energi besar seperti China, AS, dan India.

Ini adalah mimpi dan optimisme kita. Tak ubahnya mimpi para pendiri bangsa ketika beberapa puluh tahun sebelum proklamasi sudah tersenyum dengan imajinasi mereka memiliki negeri yang merdeka bebas dari penjajahan. Bukankah mereka berhasil mewujudkan mimpinya?

Oleh karena itu, maaf, untuk program besar seperti Kebijakan Energi Nasional yang ditetapkan awal 2006 tak seharusnya “dikoyak-koyak” lagi oleh publik, seperti nasib kebijakan mengurangi subsidi BBM (melalui penentangan public atas kenaikan harga BBM). Perahu kita di sektor energi sudah berlobang. Mari kita tutupi lobang itu bersama-sama tanpa melihat perbedaan aliran politik dan faham.

Kebebasan berpendapat yang “liar” sebagai konsekuensi alam demokrasi sudah saatnya untuk kita letakkan secara arif agar urusan urgen dan strategis, yang menyangkut program keselamatan bangsa pada masa depan, tidak berantakan oleh kekuatan kita sendiri. Demokrasi yang tetap memperhatikan kepentingan lebih besar yang bersifat strategic problem solving bangsa.


ARTI PENTING BIODIESEL

Opsi mengalihkan konsumsi energi dari jenis energi fosil yang tidak bisa diperbarui (unrenewable energy) ke jenis energi hayati non fosil yang bisa diperbarui (renewable energy) bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Karena asumsi yang ada sudah tak terbantahkan, yaitu energi fosil akan habis pada saatnya.

Cukup aman, karena jenis energi terbarukan ini memiliki sumber daya energi yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika dikelola dengan baik. Sebutlah misalnya, panasbumi, biofuel, aliran sungai, panas surya, angina, ombak laut, dan suhu kedalaman laut.

Dari sederet jenis energi yang terbarukan itu Pertamina bergerak di dalam salah satunya, yaitu panasbumi. Nah, sekarang Pertamina bergerak lagi ke energi yang terbarukan jenis yang lain, yaitu biofuel. Salah satu biofuel yang digarap Pertamina adalah biodiesel, yaitu bahan bakar diesel yang terbuat dari unsur hayati-nabati non fosil.

Seperti diketahui, biofuel itu ada yang dibuat dari minyak nabati seperti minyak kelapa sawit atau CPO (Crude Palam Oil) dan minyak pohon jarak pagar atau CJCO (Crude Jatropha Curcas Oil), dibuat dengan proses transesterifikasi. Proses ini pada dasarnya merupakan proses yang mereaksikan minyak nabati (CPO atau CJCO) dengan methanol dan ethanol dengan katalisator soda api (NaOH atau KOH).

Dari hasil proses transesterifikasi CPO itu akan dihasilkan metil ester asam lemak murni (FAME). Lalu FAME tersebut di-blending dengan solar murni selama 10 menitan, menghasilkan biodiesel yang siap pakai. Itulah biofuel jenis biodiesel! Biodiesel penggunaannya adalah untuk menggantikan solar.

Kalau untuk kebutuhan minyak goreng, CPO tidak mengalami transesterifikasi, melainkan mengikuti proses pemurnian, sehingga warna keruh CPO itu menjadi “terang-benderang.” Itulah minyak goreng!

Biodiesel memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan bentuk energi lain. Lebih mudah ditransportasikan; memiliki kerapatan energi per volume yang lebih tinggi; memiliki karakter pembakaran yang relatif bersih; dan ramah lingkungan.

Kelemahannya tak cocok dipakai untuk kendaraan bermotor yang memerlukan kecepatan dan daya, karena biodiesel menghasilkan tenaga yang lebih rendah dibandingkan solar murni.

Bioethanol

Jenis biofuel lain adalah bioethanol. Dibuat dari tanaman yang mengandung gula dan pati seperti tebu, singkong, sagu, dan sorgum. Bahan-bahan ini yang diubah menjadi ethanol. Bioethanol itu yang berhasil dikembangkan Brazildengan memanfaatkan tetes tebu. Bioethanol digunakan untuk menggantikan bensin.

Bioethanol bisa digunakan dalam bentuk neat 100 persen (E-100). Atau di-blending dengan bensin (E-XX).

Biomass

Sedangkan biofuel yang sudah banyak dipraktekkan oleh sementara lapisan masyarakat di daerah peternakan adalah biogas. Bahannya adalah limbah cair, limbah kotoran ternak, dan bahkan kotoran manusia. Bentuknya adalah gas. Bisa menggantikan minyak tanah.

Sebenarnya biogas ini ada yang memasukkan ke dalam keluarga biomassa yang menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia adalah massa tumbuhan dan kotoran hewan yang dapat memberikan energi, baik dengan dibakar langsunbg, maupun setelah diubah menjadi bahan lain yang pembakarannya lebih mudah.

Jadi, biogas diperoleh dari bahan biomassa hasil peragian oleh mikroorganisme tanpa adanya oksigen. Contoh bahan biomassa yang sering dipakai adalah kayu atau limbah kayu, produk atau limbah pertanian, ganggang, eceng gondok, kotoran ternak, dan lain-lain.

Burhani Rahman (Kompas, 8/6/05) menulis, bahwa bahan bakar ini dibuat dari limbah kotoran ternak, bahkan tinja manusia. Bahan-bahan itu dicampur dengan potongan jerami, sekam, dan daun-daunan sortiran sayur, dan lain sebagainya.

Biogas cocok dikembangkan di daerah-daerah yang memiliki biomassa melimpah, terutama di sentra-sentra produksi padi dan ternak di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali, dan lain-lain.

Kembali ke soal biodiesel. Arti penting pemanfaatan biodiesel antara lain menyangkut kebutuhan solar untuk transportasi yang terus meningkat. Tahun 2006 ini saja sudah mencapai 12,438 juta kiloliter. Sehingga dengan pengembangan biodiesel, maka impor solar akan sedikit demi sedikit bisa dikurangi. Ada penghematan devisa negara.

Ketika laju konsumsi BBM sulit direm, maka mensubstitusi BBM dengan biofuel akan memperingan beban impor BBM. Di tengah melonjaknya harga crude sampai 74 dolar AS per barel (per akhir April 2006), penghematan impor BBM akan sangat berarti bagi kondisi cash flow Pemerintah. Karena ketika volume impor BBM dan crude meningkat, maka beban keuangan Negara pun semakin dibuat cekak.

MENGURANGI KONSUMSI BBM

Pengembangan biodiesel oleh Pertamina menempati posisi strategis dalam memperkuat implementasi kebijakan Pemerintah untuk mengurangi konsumsi bahan bakar minyak fosil. Perpres No. 5 Tahun 2006 menargetkan peningkatan pemanfaatan gas bumi lebih dari 30 persen. Saat ini masih kecil, sekitar 26,5 persen terpakai.

Demikian batubara, harus melonjak tingkat konsumsinya ketimbang gas bumi sekalipun. Perpres menetapkan konsumsi batubara harus menjadi lebih dari 33 persen. Sekarang batubara baru dipakai orang Indonesia hanya 14,1 persen saja.

Intinya energi alternatif masih begitu rendah tingkat konsumsinya, dan arah kebijakan Pemerintah adalah meningkatkan volume pemakaian non BBM tersebut.

Panasbumi yang begitu melimpah ditargetkan harus melebihi lima persen. Sedangkan energi terbarukan lainnya (biomasssa, nuklir, tenaga air skala kecil, tenaga surya, dan tenaga angin) diharapkan menjadi lebih dari lima persen.

Dan terakhir, bahan bakar lain yang berasal dari pencairan batubara ditargetkan harus menjadi lebih dari dua persen.

Ada empat kebijakan utama Pemerintah untuk mencapai keamanan pasokan energi dalam negeri serta berbagai sasarannya. Dari mulai penyediaan energi; pemanfaatan energi; penetapan harga energi ke arah harga keekonomian; maupun pelestarian lingkungan dengan menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Salah satu contoh dari kebijakan pemanfaatan energi adalah melalui diversifikasi energi, yaitu penganekaragaman penyediaan dan pemanfaatan berbagia sumber energi dalam rangka optimalisasi penyediaan energi.

Dalam kerangka diversifikasi energi lah pengembangan biodiesel dilakukan oleh Pertamina. Tinggal bagaimana bentuk insentif dari Pemerintah agar para pelaku pengembangan penyediaan dan pemanfaatan biofuel tidak merugi dan tetap bergairah. “Pemerintah dapat memberikan kemudahan dan insentif kepada pelaksana konservasi energi dan pengembang sumber energi alternative” (Pasal 6 Perpres No. 5 Tahun 2006).